OBAT ALAMI ( Organik )
Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, dan khusus dalam makalah ini yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
Obat alami dapat pula didefinisikan sebagai obat-obatan yang berasal dari alam, tanpa rekayasa atau buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan secara tradisional, namun cara pembuatannya dipermodern. Apabila obat tersebut diperuntukkan bagi hewan maka obat alami tersebut diberi keterangan tambahan “ untuk hewan”.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek pengembangan yang potensial.
3. POTENSI OBAT ALAMI
3.1. Manfaat obat alami bagi kesehatan manusia
Di samping kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta pendidikan, kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena dengan kondisi kesehatan yang baik dan kondisi tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan, tumbuh dan menjalankan aktivitasnya dengan baik. Apabila terjadi suatu keadaan sakit atau gangguan kesehatan, maka obat akan menjadi suatu bagian penting yang berperan aktif dalam upaya pemulihan kondisi sakit tersebut.
Selama ini, pembangunan kesehatan meletakkan ilmu pengobatan Barat (modern) sebagai dasar sistem kesehatan nasional, begitu pula berbagai peraturan dan kebijakan lebih banyak menyangkut obat-obatan modern. Di lain pihak, merujuk pada filosofi pengobatan Timur, eksistensi manusia tidak terpisah dari unsur alam semesta, yang meliputi air, api, tanah dan udara. Keberadaan manusia di tengah kehidupan harus dipandang secara holistik. Ketika manusia terganggu kesehatannya, harmoni kehidupannyapun terganggu. Pada saat inilah manusia membutuhkan obat untuk memulihkan kesehatannya.
Berbicara mengenai obat alami, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan konsep kesehatan dari beberapa prinsip pandang di antaranya Ayurveda, Cina dan Unani-Tibb (Wijesekera, 1991)
Sistem Ayurveda yang berkembang di India dan kawasan Asia Tenggara menganut konsep pemulihan kesehatan berdasarkan pengembalian (restorasi) dan menjaga keseimbangan tubuh pada keadaan normal. Sistem Cina, yang berkembang di Cina, Jepang, Korea dan Taiwan, pada intinya menekankan pada pengembalian hubungan fungsional yang dinamis antar organ tubuh. Sedangkan sistem Unani-Tibb yang berkembang di Timur Tengah terutama Mesir dan Turki, berdasarkan konsep terapi yang sistematis. Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum didokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas pengobatan modern.
Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika. Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat. Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.
Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia.
Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern .
Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dan supaya dapat menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.
3.1. Manfaat obat alami bagi kesehatan hewan
Obat alami bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk hewan. Penggunaan obat tradisional untuk hewan juga telah lama dilakukan oleh para petani di pedesaan dan ternyata penggunaannya semakin meningkat pula akhir-akhir ini. Berdasarkan info di lapangan, beberapa peternak yang menggunakan obat-obat tradisional tersebut mendapatkan hasil bahwa obat-obat tersebut mampu meningkatkan produktivitas ternaknya.
Beberapa obat alami yang digunakan dalam dunia hewan adalah jahe merah ( Zingiber officinalis var. rubra) sebagai koksidiostat yang dapat mengatasi koksidiosis ayam dan meningkatkan respon vaksinansi, Kineni untuk obat malaria unggas, putih telur (albumin) ayam untuk mengatasi mastitis pada kambing, pule pandak ( Alstonia scholaris) untuk mengatasi cacingan pada ruminansia, unsur pedas Kapsaisin pada cabe yang ampuh untuk menahan serangan bakteri penyebab tifus pada unggas, jamu godogan untuk meningkatkan nafsu makan ayam dan meningkatkan kesehatan, jamu-jamu untuk pertumbuhan badan yang mengandung temulawak, daun turi, merica bolong, daun cengkeh dan banyak lagi.
Akhir-akhir ini perhatian terhadap penggunaan obat alami untuk hewanpun meningkat pula. Hanya saja sosialisasi dan promosi obat alami untuk hewan agak kurang gencar dibandingkan dengan obat alami untuk manusia.
Biasanya, obat yang dikenal untuk obat hewan merupakan obat klasik farmasetik antibiotik dan antiparasitik. Mengingat dalam penggunaan obat-obatan pada hewan harus diwaspadai adanya dampak residu obat terutama residu antibiotik, maka semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya residu tersebut telah mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengganti antibiotik sebagai obat bagi ternaknya. Dan sebagai pilihan pengganti adalah penggunaan tanaman obat sebagai imbuhan pakan yang ternyata terbukti selain menambah daya tahan tubuh ternak juga menambah nafsu makan.
Seiring dengan meningkatnya animo masyarakat dalam penggunaan obat alami untuk hewan, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Kehutanan No. 453/Kpts/TN.260/9/2000 telah mengeluarkan peraturan tentang obat alami untuk hewan. Dengan demikian jelas terlihat di sini bahwa pemerintah menunjukkan perhatiannya terhadap obat alami untuk hewan dan dengan SK tersebut, maka ada aturan yang jelas bagi para produsen yang hendak memproduksi obat-obat tersebut dalam skala industri dan mengedarkannya secara komersial. Selain itu, mutu dan keamanan obat yang diproduksipun terjamin.
4. PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBAT ALAMI
Obat modern, seperti telah diketahui, secara medis ilmiah dapat dipertanggungjawabkan secara kaidah internasional, dan selama puluhan tahun teruji ketat untuk kesehatan sebagai target akhir penggunaan. Demikian pula kandungan zat aktif obat-obat modern telah dapat diketahui secara pasti.
Dari segi efek samping, walaupun efek samping obat alami terbukti lebih kecil dibandingkan obat modern, akan tetapi kalau kembali kita tengok bahan aktif yang terkandung di dalam obat alami, kepastian dan konsistensinya belum dapat dijamin, terutama untuk penggunaan secara rutin. Oleh karena itu jelas di sini bahwa masih tetap diperlukan penggalian lebih lanjut mengenai zat aktif yang berkhasiat di dalam tanaman obat. Informasi ini tentu saja sangat diperlukan untuk menghindari adanya bahaya dari suatu zat toksik yang mungkin saja terkandung di dalam tanaman obat tersebut, serta untuk pengamanan terhadap residu.
Obat alami sebenarnya bisa pula dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pengembangan obat alami merupakan kegiatan yang memerlukan tekad yang kuat sebab permasalahan yang akan dihadapi merupakan permasalahan yang kompleks. Selain itu diperlukan suatu jaringan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait.
Akhir-akhir ini memang perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian mengenai potensi dan khasiat obat alamipun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu yang menggembirakan, mengingat potensi kekayaan alam Indonesia sangat berlimpah
Potensi obat alami Indonesia memang melimpah, seperti aneka produk jamu, mulai dari yang digosok, ditempel, dikumur sampai diminum, semuanya tersedia, juga encok, pegel linu, jerawat, pelangsing, penggemuk sampai penghancur batu ginjal, banyak pilihan obatnya, maka tinggal ‘good will’ pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengembangkannya agar pelayanan kesehatan tidak semata-mata tergantung pada obat-obat modern.
Akan tetapi, kalau dibandingkan dengan obat alami asal Cina atau negara-negara lain, kenapa obat alami asal Indonesia ini tidak dapat berkembang sepesat obat-obat alami asal Cina tersebut ? Sebenarnya memang harus diakui adanya beberapa titik lemah dalam pengobatan dengan menggunakan obat alami Indonesia yang membuatnya tidak berkembang seperti pengobatan tradisional Cina, India, Korea maupun Jepang. Selain faktor ketidak/ kurang percayaan masyarakat, pengobatan dangan bahan alami Indonesia tidak/ belum memiliki tradisi pendokumentasian. Hal ini berbeda dengan Cina yang dokumentasi obat-obat pertabibannya terakumulasi dari abad ke abad, yang melalui proses sosialisasi, menciptakan unit disiplin tersendiri untuk kemudian membentuk tradisi keilmuan ‘Timur’ dengan standar-standar khusus.
Selain itu, penyebab ketertinggalan pengobatan dengan bahan alam Indonesia, adalah pengembangannya yang masih relatif baru, yaitu pada tahun 1985 dananya terbatas dan belum mendapat prioritas (Kompas, 2000).
Untuk dapat masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal, obat tradisional perlu menggunakan konsep fitofarmaka, walaupun dalam hal ini pengembangan dan penelitian fitofarmaka obat bahan alam tidak perlu menjalani seluruh tahap pengembangan obat modern uji preklinik dan klinik.
Saat ini banyak penelitian obat tradisional yang menjanjikan misalnya obat penurun kadar kolesterol dan penurun kadar gula darah produksi salah satu perusahaan obat besar Indonesia. Juga penelitian obat-obat tradisional yang mempunyai khasiat anti kanker sedang banyak dilakukan. Namun demikian, biaya untuk membuat obat tradisional menjadi fitofarmaka sangat tinggi. Untuk biaya uji klinis, per’item’nya bisa mencapai 300-400 juta rupiah, sehingga produsen lebih memilih memproduksi jamu racikan atau ekstrak.
Apapun kendalanya, saat ini banyak pihak mulai melihat potensi pasar obat tradisional ini, sehingga dari segi bisnis, prospek pemasaran obat tradisional sangat menggiurkan. Memang idealnya, harus ada pembuktian terlebih dahulu mengenai khasiat obat alami terhadap suatu penyakit sebelum dinyatakan dapat digunakan sebagai obat suatu penyakit. Satu hal lagi yang sebaiknya jangan sampai terlupakan, adalah untuk segera mendaftarkan Hak Karya Intelektual (HAKI) karena biasanya ahli Indonesia sering kecolongan dalam hal penemuan paten tersebut.
Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, dan khusus dalam makalah ini yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
Obat alami dapat pula didefinisikan sebagai obat-obatan yang berasal dari alam, tanpa rekayasa atau buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan secara tradisional, namun cara pembuatannya dipermodern. Apabila obat tersebut diperuntukkan bagi hewan maka obat alami tersebut diberi keterangan tambahan “ untuk hewan”.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek pengembangan yang potensial.
Tabel 1. Tanaman obat fitofarmaka yang prospektif
No. | Tanaman obat | Bagian tan. obat | Indikasi potensi |
1. | Temulawak ( Curcuma xantorrhiza oxb ) | Umbi | Hepatitis, artritis |
2. | Kunyit ( Curcuma domestica Val ) | Umbi | Hepatitis, artritis, antiseptik |
3. | Bawang putih ( Allium sativum Lynn ) | Umbi | Kandidiasis, hiperlipidemia |
4. | Jati Blanda ( Guazuma ulmifolia Lamk ) | Daun | Anti hiperlipidemia |
5. | Handeuleum (Daun ungu) ( Gratophyllum pictum Griff ) | Daun | Hemoroid |
6. | Tempuyung ( Sonchus arvensis Linn ) | Daun | Nefrolitiasis, diuretik |
7. | Kejibeling ( Strobilanthes crispus Bl ) | Daun | Nefrolitiasis, diuretik |
8. | Labu merah ( Cucurbita moschata Duch ) | Biji | Taeniasis |
9. | Katuk ( Sauropus androgynus Merr ) | Daun | Meningkatkan produksi ASI |
10. | Kumis kucing ( Orthosiphon stamineus Benth ) | Daun | Diuretik |
11. | Seledri ( Apium graveolens Linn ) | Daun | Hipertensi |
12. | Pare ( Momordica charantia Linn ) | Buah Biji | Diabetes mellitus |
13. | Jambu biji (klutuk) ( Psidium guajava Linn ) | Daun | Diare |
14. | Ceguk (wudani) ( Quisqualis indica Linn ) | Biji | Askariasis, oksiuriasis |
15. | Jambu Mede ( Anacardium occidentale ) | Daun | Analgesik |
16. | Sirih ( Piper betle Linn ) | Daun | Antiseptik |
17. | Saga telik ( Abrus precatorius Linn ) | Daun | Stomatitis aftosa |
18. | Sebung ( Blumea balsamifera D.C ) | Daun | Analgesik, antipiretik |
19. | Benalu the ( Loranthus spec. div. ) | Batang | Anti kanker |
20. | Pepaya ( Carica papaya Linn ) | Getah Daun Biji | Sumber papain Anti malaria Kontrasepsi pria |
21. | Butrawali ( Tinospora rumphii Boerl ) | Batang | Anti malaria, diabetes melitus |
22. | Pegagan (kaki kuda) ( Centella asiatica Urban ) | Daun | Diuretika, antiseptik, antikeloid, hipertensi |
23. | Legundi ( Vitex trifolia Linn ) | Daun | Antiseptik |
24. | Inggu ( Ruta graveolens Linn ) | Daun | Analgesik, antipiretik |
25. | Sidowajah ( Woodfordia floribunda Salibs ) | Daun | Antiseptik, diuretik |
26. | Pala ( Myristica fragrans Houtt ) | Buah | Sedatif |
27. | Sambilata ( Adrographis paniculata Nees ) | Seluruh tanaman daun | Antiseptik, diabetes melitus |
28. | Jahe (Halia) ( Zingibers officinale Rosc ) | Umbi | Analgesik. Antipiretik, antiinflamasi |
29. | Delima putih ( Punica granatum Linn ) | Kulit buah | Antiseptik, antidiare |
30. | Dringo ( Acorus calamus Linn ) | Umbi | Sedatif |
31. | Jeruk nipis ( Citrus aurantifolia Swiqk ) | Buah | Antibatuk |
3.1. Manfaat obat alami bagi kesehatan manusia
Di samping kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta pendidikan, kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena dengan kondisi kesehatan yang baik dan kondisi tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan, tumbuh dan menjalankan aktivitasnya dengan baik. Apabila terjadi suatu keadaan sakit atau gangguan kesehatan, maka obat akan menjadi suatu bagian penting yang berperan aktif dalam upaya pemulihan kondisi sakit tersebut.
Selama ini, pembangunan kesehatan meletakkan ilmu pengobatan Barat (modern) sebagai dasar sistem kesehatan nasional, begitu pula berbagai peraturan dan kebijakan lebih banyak menyangkut obat-obatan modern. Di lain pihak, merujuk pada filosofi pengobatan Timur, eksistensi manusia tidak terpisah dari unsur alam semesta, yang meliputi air, api, tanah dan udara. Keberadaan manusia di tengah kehidupan harus dipandang secara holistik. Ketika manusia terganggu kesehatannya, harmoni kehidupannyapun terganggu. Pada saat inilah manusia membutuhkan obat untuk memulihkan kesehatannya.
Berbicara mengenai obat alami, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan konsep kesehatan dari beberapa prinsip pandang di antaranya Ayurveda, Cina dan Unani-Tibb (Wijesekera, 1991)
Sistem Ayurveda yang berkembang di India dan kawasan Asia Tenggara menganut konsep pemulihan kesehatan berdasarkan pengembalian (restorasi) dan menjaga keseimbangan tubuh pada keadaan normal. Sistem Cina, yang berkembang di Cina, Jepang, Korea dan Taiwan, pada intinya menekankan pada pengembalian hubungan fungsional yang dinamis antar organ tubuh. Sedangkan sistem Unani-Tibb yang berkembang di Timur Tengah terutama Mesir dan Turki, berdasarkan konsep terapi yang sistematis. Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum didokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas pengobatan modern.
Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika. Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat. Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.
Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia.
Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern .
Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dan supaya dapat menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.
3.1. Manfaat obat alami bagi kesehatan hewan
Obat alami bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk hewan. Penggunaan obat tradisional untuk hewan juga telah lama dilakukan oleh para petani di pedesaan dan ternyata penggunaannya semakin meningkat pula akhir-akhir ini. Berdasarkan info di lapangan, beberapa peternak yang menggunakan obat-obat tradisional tersebut mendapatkan hasil bahwa obat-obat tersebut mampu meningkatkan produktivitas ternaknya.
Beberapa obat alami yang digunakan dalam dunia hewan adalah jahe merah ( Zingiber officinalis var. rubra) sebagai koksidiostat yang dapat mengatasi koksidiosis ayam dan meningkatkan respon vaksinansi, Kineni untuk obat malaria unggas, putih telur (albumin) ayam untuk mengatasi mastitis pada kambing, pule pandak ( Alstonia scholaris) untuk mengatasi cacingan pada ruminansia, unsur pedas Kapsaisin pada cabe yang ampuh untuk menahan serangan bakteri penyebab tifus pada unggas, jamu godogan untuk meningkatkan nafsu makan ayam dan meningkatkan kesehatan, jamu-jamu untuk pertumbuhan badan yang mengandung temulawak, daun turi, merica bolong, daun cengkeh dan banyak lagi.
Akhir-akhir ini perhatian terhadap penggunaan obat alami untuk hewanpun meningkat pula. Hanya saja sosialisasi dan promosi obat alami untuk hewan agak kurang gencar dibandingkan dengan obat alami untuk manusia.
Biasanya, obat yang dikenal untuk obat hewan merupakan obat klasik farmasetik antibiotik dan antiparasitik. Mengingat dalam penggunaan obat-obatan pada hewan harus diwaspadai adanya dampak residu obat terutama residu antibiotik, maka semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya residu tersebut telah mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengganti antibiotik sebagai obat bagi ternaknya. Dan sebagai pilihan pengganti adalah penggunaan tanaman obat sebagai imbuhan pakan yang ternyata terbukti selain menambah daya tahan tubuh ternak juga menambah nafsu makan.
Seiring dengan meningkatnya animo masyarakat dalam penggunaan obat alami untuk hewan, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Kehutanan No. 453/Kpts/TN.260/9/2000 telah mengeluarkan peraturan tentang obat alami untuk hewan. Dengan demikian jelas terlihat di sini bahwa pemerintah menunjukkan perhatiannya terhadap obat alami untuk hewan dan dengan SK tersebut, maka ada aturan yang jelas bagi para produsen yang hendak memproduksi obat-obat tersebut dalam skala industri dan mengedarkannya secara komersial. Selain itu, mutu dan keamanan obat yang diproduksipun terjamin.
4. PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBAT ALAMI
Obat modern, seperti telah diketahui, secara medis ilmiah dapat dipertanggungjawabkan secara kaidah internasional, dan selama puluhan tahun teruji ketat untuk kesehatan sebagai target akhir penggunaan. Demikian pula kandungan zat aktif obat-obat modern telah dapat diketahui secara pasti.
Dari segi efek samping, walaupun efek samping obat alami terbukti lebih kecil dibandingkan obat modern, akan tetapi kalau kembali kita tengok bahan aktif yang terkandung di dalam obat alami, kepastian dan konsistensinya belum dapat dijamin, terutama untuk penggunaan secara rutin. Oleh karena itu jelas di sini bahwa masih tetap diperlukan penggalian lebih lanjut mengenai zat aktif yang berkhasiat di dalam tanaman obat. Informasi ini tentu saja sangat diperlukan untuk menghindari adanya bahaya dari suatu zat toksik yang mungkin saja terkandung di dalam tanaman obat tersebut, serta untuk pengamanan terhadap residu.
Obat alami sebenarnya bisa pula dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pengembangan obat alami merupakan kegiatan yang memerlukan tekad yang kuat sebab permasalahan yang akan dihadapi merupakan permasalahan yang kompleks. Selain itu diperlukan suatu jaringan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait.
Akhir-akhir ini memang perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian mengenai potensi dan khasiat obat alamipun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu yang menggembirakan, mengingat potensi kekayaan alam Indonesia sangat berlimpah
Potensi obat alami Indonesia memang melimpah, seperti aneka produk jamu, mulai dari yang digosok, ditempel, dikumur sampai diminum, semuanya tersedia, juga encok, pegel linu, jerawat, pelangsing, penggemuk sampai penghancur batu ginjal, banyak pilihan obatnya, maka tinggal ‘good will’ pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengembangkannya agar pelayanan kesehatan tidak semata-mata tergantung pada obat-obat modern.
Akan tetapi, kalau dibandingkan dengan obat alami asal Cina atau negara-negara lain, kenapa obat alami asal Indonesia ini tidak dapat berkembang sepesat obat-obat alami asal Cina tersebut ? Sebenarnya memang harus diakui adanya beberapa titik lemah dalam pengobatan dengan menggunakan obat alami Indonesia yang membuatnya tidak berkembang seperti pengobatan tradisional Cina, India, Korea maupun Jepang. Selain faktor ketidak/ kurang percayaan masyarakat, pengobatan dangan bahan alami Indonesia tidak/ belum memiliki tradisi pendokumentasian. Hal ini berbeda dengan Cina yang dokumentasi obat-obat pertabibannya terakumulasi dari abad ke abad, yang melalui proses sosialisasi, menciptakan unit disiplin tersendiri untuk kemudian membentuk tradisi keilmuan ‘Timur’ dengan standar-standar khusus.
Selain itu, penyebab ketertinggalan pengobatan dengan bahan alam Indonesia, adalah pengembangannya yang masih relatif baru, yaitu pada tahun 1985 dananya terbatas dan belum mendapat prioritas (Kompas, 2000).
Untuk dapat masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal, obat tradisional perlu menggunakan konsep fitofarmaka, walaupun dalam hal ini pengembangan dan penelitian fitofarmaka obat bahan alam tidak perlu menjalani seluruh tahap pengembangan obat modern uji preklinik dan klinik.
Saat ini banyak penelitian obat tradisional yang menjanjikan misalnya obat penurun kadar kolesterol dan penurun kadar gula darah produksi salah satu perusahaan obat besar Indonesia. Juga penelitian obat-obat tradisional yang mempunyai khasiat anti kanker sedang banyak dilakukan. Namun demikian, biaya untuk membuat obat tradisional menjadi fitofarmaka sangat tinggi. Untuk biaya uji klinis, per’item’nya bisa mencapai 300-400 juta rupiah, sehingga produsen lebih memilih memproduksi jamu racikan atau ekstrak.
Apapun kendalanya, saat ini banyak pihak mulai melihat potensi pasar obat tradisional ini, sehingga dari segi bisnis, prospek pemasaran obat tradisional sangat menggiurkan. Memang idealnya, harus ada pembuktian terlebih dahulu mengenai khasiat obat alami terhadap suatu penyakit sebelum dinyatakan dapat digunakan sebagai obat suatu penyakit. Satu hal lagi yang sebaiknya jangan sampai terlupakan, adalah untuk segera mendaftarkan Hak Karya Intelektual (HAKI) karena biasanya ahli Indonesia sering kecolongan dalam hal penemuan paten tersebut.
Created by : Info-Onliners